
bersamaislam.com - Kesombongan itu bukan hanya soal gaya bicara atau wajah angkuh. Ia bisa muncul dari kebiasaan yang kelihatannya biasa saja. Dalam Tazkiyatun Nafs, Said Hawwa mengutip berbagai perkataan sahabat dan ulama tentang tanda-tanda kesombongan yang kadang luput kita sadari.
Ahmad Yasin -
Apa saja bentuknya? Simak tujuh di antaranya berikut ini:
1. Ingin Dihormati Berlebihan
Sahabat Ali r.a. berkata,
“Barang siapa yang ingin melihat penghuni neraka maka lihatlah orang yang duduk, sementara di hadapannya ada orang-orang yang berdiri.”
Jika seseorang merasa lebih layak dihormati hanya karena status, jabatan, atau pangkatnya, bisa jadi ada kesombongan di hatinya.
Contoh zaman sekarang: merasa tersinggung jika tidak disambut dengan “standing ovation”, atau merasa disepelekan jika tidak diberi tempat duduk khusus saat acara.
⸻
2. Suka Diiringi Orang Saat Berjalan
Abu Darda berkata,
“Seorang hamba akan semakin jauh dari Allah selama dia berjalan dan di belakangnya ada orang-orang yang mengiringinya.”
Kesannya seperti ingin menunjukkan kekuasaan. Padahal para sahabat justru menghindari hal semacam ini.
Contoh sekarang: punya tim “asisten pribadi” hanya demi gaya, bukan karena kebutuhan. Bahkan saat ke masjid atau warung, harus ditemani layaknya tokoh besar.
⸻
3. Enggan Mengunjungi Orang Lain
Disebutkan bahwa sebagian orang merasa lebih tinggi derajatnya, sehingga tidak mau datang kecuali jika dipanggil secara resmi.
Sufyan Ats-Tsauri pernah berkata, “Aku ingin melihat bagaimana ketawadhuannya,” ketika diundang ke rumah seseorang yang alim.
Contoh masa kini: gengsi datang ke rumah teman yang rumahnya kecil atau jauh, atau hanya mau hadir ke undangan orang “penting”.
⸻
4. Tidak Mau Duduk dengan Orang Biasa
Ibnul Wahb menceritakan,
“Aku sedang duduk di sisi Abdul Aziz bin Abu Rawwad hingga pahaku menyentuh pahanya, lalu aku menjauhkan diriku…”
Beliau justru menarik kembali orang itu dan menegur, agar tidak merasa rendah duduk bersama.
Contoh hari ini: memilih duduk jauh dari tukang sapu, office boy, atau petugas keamanan saat di ruang tunggu atau tempat umum.
⸻
5. Tidak Mau Mengerjakan Pekerjaan Rumah
Umar bin Abdul Aziz ketika tamu datang, ia sendiri yang menyalakan lampu. Saat ditanya, “Apakah engkau akan melakukannya sendiri, wahai Amirul Mukminin?” Umar menjawab:
“Ketika aku beranjak mengambil minyaknya, aku adalah Umar. Dan ketika aku selesai menuangkannya, aku adalah Umar.”
Contoh hari ini: merasa “nggak level” untuk nyapu, cuci piring, atau buang sampah sendiri—padahal di rumah pun tidak ada pembantu.
⸻
6. Tidak Mau Membawa Barang Sendiri
Disebutkan bahwa Rasulullah SAW sendiri biasa membawa barangnya. Abu Hurairah bahkan pernah berkata kepada orang yang menghalangi jalannya saat membawa kayu bakar:
“Kasih jalan untuk Amir, wahai Ibnu Abu Malik!”
Contoh masa kini: membawa tas belanja dianggap memalukan, atau terlalu bangga jika ada orang lain yang membawakan tasnya—walau cuma berisi laptop sendiri.
⸻
7. Sombong dalam Pakaian
Rasulullah bersabda:
“Kesederhanaan (dalam berpakaian) adalah bagian dari iman.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Dan juga bersabda:
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” (HR. Muslim)
Contoh zaman sekarang: mengenakan pakaian bermerek mahal bukan karena kebutuhan, tapi agar dianggap “lebih” dari yang lain. Atau mencela orang yang bajunya sederhana atau tidak bermerek.
⸻
Penutup
Kesombongan sering datang diam-diam lewat sikap kecil. Kita mungkin merasa biasa saja, tapi di mata Allah itu bisa menjadi dosa besar. Yuk, periksa hati kita. Apakah kita merasa lebih baik dari orang lain? Jika iya, mari perbanyak istighfar dan belajar rendah hati. Karena kemuliaan sejati, bukan dinilai dari status atau penampilan, tapi dari hati yang tunduk kepada Allah dan menghormati sesama.
Ahmad Yasin -
0 Comments