Sebuh Kisah Dibalik Hikmah Ramadhan

Ilustrasi 

bersamaislam.com - Dari Syaikh Zainuddin al-Malibari di dalam kitab Irsyadul Ibad yang memiliki kisah fulan dengan seorang lelaki yang tidak pernah melakukan sholat, puasa, dan ibadah lainnya. Setiap harinya hanya dihabiskan melakukan maksiat.

Ia selalu tetap hadir di masjid setiap jama'at ketika Ramadhan usai. Ia membahas baju terbaik, juga selalu memakai wewangian.

Pada siang hari ia berpuasa. Setiap hari, dia selalu iftar bersama dan memberikan makanan itu kepada orang lain yang juga makan bersama.

Melihat perubahan ini, Tetangga Si Fulan sangat heran. Mereka ingin mengetahui apa yang terjadi dengan laki laki itu. Mereka mencari informasi dari setiap kerabat Fulan. Namun mereka tidak memiliki informasi apapun.

Beberapa orang mencari informasi dari tetangga si fulan terdekat, tetapi mereka tidak mengetahui apapun. Mereka juga tidak mengetahui alasan kenapa Fulan tersebut berubah.

Semua orang di kampung tersebut semakin heran melihat sikap dan tingkah laku si Fulan. Namun, mereka tidak langsung menanyakan hal tersebut kepada si Fulan. Mereka takut kalau si fulan tersinggung. Orang-orang sudah tahu, apa yang bakal terjadi ketika si fulan ini tersinggung. Karena itu, desus-desus yang beredar di kampung tersebut tidak karuan.

Ada yang berpendapat ia sudah bertaubat, ada juga yang bilang laki-laki tersebut sedang mengambil berkahnya bulan Ramadhan agar dapat dipandang baik reputasi namanya oleh warga Ada juga yang mengisahkan bahwa si Fulan itu merencanakan sesuatu yang besar.

Seorang ustadz mengirim pesan kepada para warga agar mereka berhusnudzon ke si Fulan. Ustadz tersebut mengingatkan kepada semua warga bahwa suudzhon itu hal yang tercela dalam agama. Meski demikian, warga semakin tidak karuan dari waktu ke waktu akan rasa penasaran.

Usai shalat teraweh, si Fulan tidak langsung berangkat, seperti yang terjadi pada satu kejadian tertentu. Ia berempati diri untuk terlibat dalam cengkrama bersama sipir.

Dalam dialog tersebut, warga setempat baik kelakar maupun bergurau memberitahukan Fulan atas perubahan tersebut. Tak heran, ia tak memusuhi kelakar yang dimaksud. Si Fulan menyatakan, ia menjalani semua itu setelah mendapatkan informasi dari ceramah yang ia dengar samar-samar bahwa bulan Ramadhan adalah bulan ampunan.

Oleh karena itu, ia bermaksud untuk memohon ampunan Allah SWT dengan beribadah dan menghiasi Ramadhan dengan Amal. Ia berdu'a semoga Allah SWT berkenaan mengampuni semua dosanya.

Beberapa waktu kemudian, gosip gosip warga muncul juga, setelah seharian ini si laki laki ini tidak tampak di masjid. Mereka berfikir bahwa si Fulan telah pergi karena pintu rumahnya tertutup. Bahkan ada yang mengira si Fulan sudah kembali lagi kepada kebiasaannya yang dulu, yaitu sering mangkal di warung minuman khamar di pinggir kota.

Sore itu, seorang anak kecil yang sedang bermain bola menemukan bau busuk yang menyengat saat hendak mengambil bola yang terlempar di depan teras rumah si Fulan.
Ia bersama kawan-kawannya kaget melihat lalat bangkai mengerubuti seorang lelaki yang bersujud di atas ranjang. Lelaki itu tewas.

Warga yang mengetahui kabar itu segera mengurus jenazah si Fulan tersebut dan memakamkannya hari itu juga.

Warga merasa bersyukur sekaligus kagum, karena melihat si Fulan meninggal dunia dalam kondisi sujud, kondisi yang sungguh khusnul khotimah. Artinya ketika nyawanya diambil sang pencipta, ia sedang benar-benar ingat kepada-Nya dan menyebut asma-Nya.

Seorang ulama, malam itu bermimpi bertemu si Fulan. Sang ulama bertanya, bagaimana kabarmu malam ini di alam yang baru? Si Fulan yang malam itu penuh senyum bahagia dan mnceritakan bahwa kabarnya baik saja. Ia bahkan mendapatkan kemuliaan karena Allah SWT menerima amal yang telah dilakukan si Fulan selama Ramadhan.

Dalam hati kecilnya, sebenernya si Fulan merasa sangat sedih. Mengapa ia tidak lebih memperbanyak amalan serta ibadah pada masa mudanya yang justru ia gunakan untuk bermaksiat dan melakukan berbagai perbuatan dosa dan zina, ia berharap waktu bisa diputar ulang, ia berjanji akan beribadah lebih banyak lagi. Tapi sayang, maut sudah membatasi segalanya. Dan ia harus menerima dengan segala apa yang telah ia upayakan.

Wallalahu a'lam.

– Syahira (Santri HAQIN Bandung)

Post a Comment

0 Comments