bersamaislam.com - Abu Abdillah al Haris bin Asad al Basri Al Muhasibi atau lebih dikenal dengan Al Muhasibi adalah salah satu ulama yang hidup pada zaman dinasti Abbasiyah. Beliau lahir pada 165 H/ 781 M di kota Bashrah. Mungkin nama beliau tidak terkenal seperti Al Ghazali, tapi kenyataannya beliau lah yang memberikan pengaruh besar terhadap pemikiran tasawuf Al Ghazali.
Sosok ayah beliau adalah saudagar kaya dan tokoh intelektual serta pendakwah al Muktazilah. Karena kegemaran beliau melakakun introspeksi atau muhasabah akhirnya beliau mendapat julukan Al Muhasibi.
Meskipun Al Muhasibi dibesarkan dari keluarga penganut aliran al muktazilah, beliau tidak terus mengikuti aliran tersebut. Sehingga bisa dikatakan Al Muhasibi tidak terpengaruh keyakinan ayahnya yang Al muktazilah.
Saat usianya terbilang masih muda, beliau pergi ke Baghdad untuk belajar teologi dan hadist dari para ulama pada masa itu. Al Muhasibi belajar ilmu fiqih kepada imam Syafi’i, Abu Ubaid al Qasimi bin Salman, serta Qadli Yusuf Abu Yusuf. Beliau juga belajar ilmu hadist, Al Muhasibi belajar kepada tokoh-tokoh ahli hadist seperti Syuraih bin Yunus, Yazid bin Haran, Abu An-Nadar, dan Suwaid bin Daud.1
Salah satu keunggulan Al Muhasibi dalam perkembangan tasawuf adalah mampu mengubah gagasan ilmu kalam, filsafat, tasawuf dengan memasukkan ilmu fikih di dalamnya. Al Muhasibi berusaha membuat ilmu baru yang bisa bersaing menghadapi tantangan zaman, yaitu dengan cara menafsirkan ulang ilmu fikih dengan memperkenalkan pandangan spiritual dan sufistik.
Pemikiran tasawuf Al Muhasibi mempunyai keunikan tersendiri.karena beliau mempunyai hobbi muhasabah, intropeksi diri dalam tasawufnya. Sebab kegemarannya bermuhasabah, beliau mendapat julukan Al Muhasibi. Beliau menjadi kritis saat melihat dirinya karena metode reflektif yang digunakan, terutama pada apapun yang berhubungan dengan hati seperti perasaan, pemikiran, dan sudut pandang sebelum terwujud dalam bentuk yang sebenarnya.
Al Muhasibi memilih jalan tasawuf karena beliau ingin keluar dari keraguan yang beliau hadapi. Setelah mengamati bermacam macam madzhab yang diikuti umat islam, Al Muhasibi menyimpulkan kelompok-kelompok didalamnya. Diantaranya ada kelompok yang benar-benar paham akhirat tetapi jumlah mereka tidak banyak. Justru kelomppok yang menuntut ilmu karena kesombongan dan karena dunia yang jumlahnya sangat besar. Ada juga kelompok yang terkesan beribadah tetapi sebenarnya tidak.
Al Muhasibi melihat bahwasannya jalan menuju keselamatan ialah hanya bisa dilalui melalui ketakwaan kepada Allah, melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan, melaksanakan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Al Muhasibi menuturkan bahwa jika sudah melakukan perintah Allah dan sunnah nabi Muhammad, maka akan diberi petunjuk oleh Allah berwujud penyatuan fiqih dan tasawuf. Salah satu karya Abu Abdullah al-Haris ibn Asad al-Muhasibi adalah kitab Fahm Al-Quran Ma’anih. Yaitu sebuah kitab yang mengajak pembacanya agar memahami Al-Quran, tidak hanya membacanya saja. Tidak itu saja, didalam kitab ini juga mengarahkan pembaca supaya tidak membaca dengan lisan saja, melainkan dengan hati dan pikiran saja.
Kemudia ada juga karya beliau yaitu kitab Al-Ri’ayah Li Huquq Allah. Fokus pembahasan kitab ini adalah berpusat kepada mengenal diri, yaitu mengenal sifat-sifat yang menghalangi diri untuk bisa menunaikan hak-hak Allah ta’ala seperti sifat riya’, ujub, takabbur, tipu daya, hasad, dan sifat-sifat lain yang membinasakan diri.
Dengan mengetahui sifat-sifat yang menghalangi diri untuk menunaikan hak-hak Allah, maka perlu penanggulangan diri dengan sifat-sifat yang mendukung kita untuk melaksanakan hak-hak allah seperti sifat-sifat yang positif seperti muhasabah, suhbah, mujahadah, mahabbah, syukur.
Apa yang disebut nilai positif itu tidak lain adalah perjalan meningkatkan kualitas diri dengan sifat-sifat terpuji. Pada diri individu yang terpuji maka dampaknya tidak dirasakan individu itu sendiri tetapi juga keluarga dan masyarakat.
Jelas bahwa Al Muhasibi dengan karya beliau Al-Ri’ayat Li Huquq Allah adalah menggunakan sependekatan akhlak dalam mengola pendekatan tasawuf. Bukan hanya dari pemikiran beliau saja, tetapi juga bersumber dari Al Quran, Hadits, dan kepribadian akhlak Nabi Muhammad SAW.
Didalam kitab ini juga dijelaskan tentang berbagai macam bentuk , metode penelitian, dan peringatan untuk waspada terkait egoisme manusia . Menurut Al Muhasibi, bentuk egoisme adalah kesombongan (riya’), cinta diri (narsisme), bangga diri (kibr), angkuh (ujub), merasa paling tepat (ghrah).
Al Muhasibih wafat pada tahun 243 H/857 M di Baghdad.
Ditulis oleh : Muhammad Naufal Dhiyaul Haq
0 Comments