Ta'aruf yang Sesungguhnya Dalam Islam

Pernikahan yang diidamkan adalah pernikahan yang Sakinah, Mawaddah, dan Warahmah
bersamaislam.comRumah tangga yang bahagia, harmonis, sejahtera, dan penuh dengan segala ketenangan merupakan dambaan bagi setiap orang ketika akan membuka lembaran untuk kenjenjang pernikahan. Untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukannya beberapa usaha pendahuluan agar semuanya bisa terwujud sesuai dengan harapan yang telah diidamkan sebelumnya. Hal ini terjadi agar tidak ada penyesalan di kemudian hari. Yaitu dengan ta'aruf, lantas bagaimana ta'aruf yang sesungguhnya dalam Islam?

Hal pertama yang bisa dilakukan adalah memilih calon pasangan kemudian dilanjutkan dengan melihat calon. Dalam hal ini tidak diperuntukan bagi laki-laki saja, akan tetapi perempuan disunnahkan untuk melihat calon pasangan laki-laki yang akan meminangnya. Melihat pasangan sangat disunnahkan untuk saling mengetahui baik secara jasmani maupun rohani, apakah pasangan memiliki cacat atau penyakit dan lain sebagainya. Seperti yang pernah Rasulullah katakan, “Dari Mughirah bin Syu’bah: Ia pernah meminang seorang wanita. Maka Rasulullah bertanya kepadanya, “Sudahkah kamu melihatnya?” Mughirah menjawab, “Belum,” kemudian beliau bersabda, “Lihatlah dia terlebih dahulu, sesungguhnya hal tersebut lebih pantas bagi kelanggengan hubungan kalian berdua.” (HR. An-Nasai’, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi).

Disunnahkannya dalam melihat pasangan ini dilakukan sebelum peminangan, karena jika hal ini dilakuakan sebelum peminangan ditakutkan atau dikhawatirkan dari salah satu atau kedua belah pihak tidak berkeinginan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan. Seperti yang telah disebutkan di atas, kekhawatiran tersebut terjadi atau ditakutkan salah satu pasangan atau keduanya ada cacat, penyakit mental, atau hal lain yang tidak diinginkan setelah melihatnya dan hal tersebut merupakan sesuatu yang menyakitkan orang lain dan hal tersebut sangat jelas dilarang oleh syari’at Islam.

Dalam pelaksanaannya, tidak pula disyari’atkan adanya izin dari kedua atau salah satu pihak karena sudah ada izin syar’i secara langsung untuk hal tersebut. Hal ini karena sudah menjadi kebutuhan seorang ketika akan menikah, sehingga pelaksanaan perkawinan nanti didasarkan pada pandangan dan penilaian yang jelas. Namun, apabila seseorang yang hendak meminang tidak bisa atau tidak ingin melihat calon pinangannya, ia disunnahkan untuk diwakili oleh yang mahramnya dan mahramnya tersebut dapat menjelaskan keadaan dari masing-masing calon pasangan.

Dalam hal ini pula diataur ketika calon laki-laki melihat calon perempuan agar tidak terkena nafsu syahwat. Maka dari itu, untuk perempuan agar mneutup aurat sebagaimana aurat ketika shalat yaitu hanya terlihat wajah dan telapak tangan. Dalam literatur agama, bahwa wajah bisa mewakili kecantikan dan telapak tangan bisa menunjukan kelembuatan serta wataknya. Kemudian seorang laki-laki disyaratkan untuk mengetahui dan yakin bahwa wanita tersebut tidak bersuami atau sedang dalam keadaan ‘iddah raj’iyyah. Dalam hal melihat pasangan ini jika sudah merasa cukup, tidak dianjurkan untuk melihat kedua kalinya karena walaupun hal tersebut diperbolehkan tapi hal itu harus dilakukan sebatas diperlukan saja, sesuai dengan kaidah:

“YANG DIPERBOLEHKAN KARENA DARURAT, DIUKUR MENURUT KADAR KEPERLUANNYA.”

Post a Comment

0 Comments