Ilustrasi |
Pada
saat itu, Sunan Kalijaga berpandangan bahwa dakwah harus disesuaikan dengan
situasi dan kondisi adat istiadat setempat. Segala bentuk adat, kebiasaan, dan
budaya Hindu Budha pada saat itu tidak langsung diberantas atau dihilangkan
seutuhnya akan tetapi dengan cara perlahan-lahan dengan memberikan warna baru
terhadap budaya lama serta mengisinya dengan nilai-nilai Islami, maka dari itu
wayang dijadikan sebagai media dalam berdakwah. Cara berdakawah secara
terang-terangan dilakukan oleh Sunan Kalijaga terhadap masyarakat Jawa yang
pada saat itu masih kental dengan ajaran dan pengaruh Hindu Budha. Menggunakan cara
terang-terangan ini sesuai dengan Qur’an Surah Al-Hijr ayat 9, yang berbunyi:
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan dan
berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.
Ayat
di atas merupakan salah satu penggambaran metode dakwah terang-terangan yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW. dan berdasarkan ayat tersebut Sunan Kalijaga
berpedoman dan dijadikan sebagai landasan dalam hal berdakwah.
Dalam
perjalanannya, walisongo berdakwah dengan menggunakan kebudayaan wayang yaitu
untuk menata serta membangun konstruksi sosial, yaitu menciptakan serta membangun
masyarakat yang beradab dan berbudaya. Pada praktiknya, para walisongo ketika berdakwah
menggunakan wayang, mereka menambahkan cerita pakem pewayangan dengan berbagai
plot yang berisi visi sosial kemasyarakatan Islam, sisi pemerintahan, hubungan
dalam bertetangga, sampai pada kehidupan keluarga dan pribadi. Kemudian walisongo
banyak memperkenalkan berbagai macam ajaran Islam seperti aqidah, akhlak, dan
syari’ah.
Menggunakan berbagai tokoh seperti Semar, Gareng, Tagog, dan Bagong yang menginterpretasikan sebagai karakter muslim yang memiliki kepribadian muslim ideal. Karakter-karakter tersebut cukup bisa menyampaikan berbagai aspirasi walisongo tentang kepribadian seorang Muslim dalam segala kedudukannya.
0 Comments