ACT: Pembantaian Muslim Rohingya Bukan Hoax!

Aktifis yang pernah tinggal di Rakhine menyebutkan bahwa kabar pembantaian warga muslim Rohingya bukanlah hoax.
Pengungsi Rohingya sedang berkumpul di perbatasan Bangladesh

bersamaislam.com R akhine - Di media sosial tersebar berbagai foto kekejaman aparat dan biksu Myanmar yang dengan sadis membantai minoritas muslim Rohingya. Sebagian pengamat mengatakan foto-foto tersebut palsu atau hoax. Setelah sejumlah wartawan Reuters mengunggah foto-foto korban kekejaman maka para pengamat mulai menyadari bahwa tak semua foto tersebut palsu. Muncul anggapan dari sejumlah pihak bahwa pengkaburan info atau pemalsuan foto tersebut adalah untuk memunculkan anggapan bahwa konflik Rohingya hanyalah hoax. Anggapan tersebut ditepis oleh para aktifis sosial Rohingya, salah satunya yang bernama Suriadi. Pria yang aktif di Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) ini mengakui sendiri dan bersaksi bahwa kekejaman aparat Myanmar memang benar-benar terjadi. Hal tersebut dia lihat dengan mata kepala sendiri saat mengunjungi Myanmar selama sepekan beberapa waktu yang lalu.

Aktifis yang pernah tinggal di Rakhine menyebutkan bahwa kabar pembantaian warga muslim Rohingya bukanlah hoax.
Suriadi

Suriadi menceritakan kisahnya terkait pembersihan etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar yang sudah berlangsung puluhan tahun lamanya. Namun ia mengatakan bahwa tahun ini adalah yang terparah.

Pria yang diutus ACT untuk menyelinap dan melihat langsung kejadian di Rakhine tersebut mengakui bahwa pembantaian disana sangatlah tragis.

"Kondisi di Rakhine sangat tragis. Pembantaian sering terjadi. Wanita, anak-anak sampai manula pun menjadi korban," jelas Suriadi dengan bergetar kepada Vivanews pada Rabu (13/9).

Menurutnya, pada tahun 2012 lalu ia pernah ke lokasi yang sama, namun tahun keadaan semakin parah.

"Pada tahun lebih ekstreme lagi. Kekerasan dan pembantaian tersebut mungkin akan berlangsung terus tiga hingga empat bulan ke depan," kisahnya.

Saat Suriadi berkunjung ke kamp pengungsian di Sittwe, Myanmar yang difasilitasi oleh lembaga internasional, terlihat perbedaan mencolok nasib pengungsi yang muslim dan non muslim yaitu yang Hindu atau Budha. Di pengungsian tersebut terdapat beberapa orang Budha yang berjumlah 900 orang dan pengungsi Hindu yang berjumlah 500 orang.

"Di kamp Budha atau Hindu, pengamanan tidak ketat sehingga mereka bebas bekerja, berjualan dan beraktifitas. Namun berbeda dengan pengungsi Rohingya, keamanannya berlapis dan hidup mereka memprihatinkan. Sampai-sampai tak ada masjid dan tak ada azan di sana," ujarnya.

Menurutnya, militer Myanmar mengaku sedang memburu teroris kelompok The Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), namun fakta di lapangan ternyata minim bukti. Nyatanya, lanjutnya, militer hanya ingin membersihkan Rakhine dari warga yang beretnis Rohingya.

"Orang mau mempertahankan rumahnya saja malah disebut teroris. Ini kisah nyata, pembantaian itu bukan hoax!," tegasnya.