Innalillahi, Mesjid Ini Hampir Jadi Lokasi Penghormatan Dewa Budha

Peringatan Cap Go Meh di halaman Masjid diprotes ormas Islam karena dianggap sebagai bentuk pemujaan terhadap dewa.
Selebaran acara Cap Go Meh di Mesjid Agung Jawa Tengah

bersamaislam.com Semarang - Umat Islam Indonesia kembali terusik dengan kabar akan diadakannya peringatan Cap Go Meh di halaman Masjid Agung Jawa Tengah yang direncanakan akan diadakan pada Minggu (19/2) malam. Peringatan Imlek di masjid tersebut direncanakan akan menjadi yang kejadian yang pertama di Indonesia. Namun beredar kabar perayaan di mesjid tersebut dibatalkan setelah menuai protes dari sejumlah ormas Islam.

Salah satu ormas yang menolak adalah Forum Umat Islam Semarang (FUIS) yang mendatangi Kepolisian Daerah Jawa Tengah, pada Jumat (17/2). Mereka kemudian menggelar aksi tolak perayaan Cap Go Meh di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Kota Semarang.

"Kalau perayaan Cap Go Meh di klenteng, silakan. Tapi, kalau di masjid, kami tolak," tegas juru bicara FUIS, Wahyu, saat aksi tersebut.

Sebelumnya, acara kontroversial tersebut diinisiasi oleh Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia Jawa Tengah Dewi Susilo Budihardjo.

"Ini perayaan Cap Go Meh yang pertama di Semarang. Seharusnya pada 11 Februari kemarin, namun sengaja kami undur karena faktor cuaca," jelas Dewi pada Selasa (14/2).

Kegiatan tersebut direncanakan akan diikuti oleh sekitar 12.000 warga Semarang dan akan menjadi rekor Museum Rekor Indonesia-Dunia (Muri) dimana 12.000 Lontong Cap Go Meh akan dimakan secara serentak.

Dalam ajang tersebut juga akan digelara dialog dengan tokoh-tokoh, seperti Mustofa Bisri atau Gus Mus dan Habib Lutfi bin Yahya.

Dewi menjelaskan bahwa walaupun Cap Go Meh merupakan budaya Tionghoa, namun kegiatan tersebut juga diikuti oleh semua warga dari berbagai etnis.

"Nanti akan ada makan lontong bersama, dan ini akan jadi proyek percontohan nasional," tegasnya.

Seperti diketahui, dalam keyakinan umat Tionghoa, Cap Go Meh sendiri merupakan rangkaian terakhir perayaan Tahun Baru Imlek. Istilah Cap Go Meh berasal dari dialek Hokkian yang bermakna 15 hari atau malam setelah Tahun Baru Imlek. Seperti dikutip dari Wikipedia, perayaan Cap Go Meh dilaksanakan untuk menyembah Dewa Thai Yi, dewa tertinggi di langit pada zaman Dinasti Han (206 SM- 221 M).

Dewa Thai Yi

Terkait perayaan tersebut, salah seorang tokoh agama bernama Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc mengungkapkan bahwa dalam Islam tidak dibenarkan mengikuti perayaan tersebut. Menurutnya, dalam Islam hanya ada dua hari raya besar, yaitu hari raya Idul Fithri (1 Syawal) dan Idul Adha (10 Dzulhijjah). Ia mengutip salah satu hadits yang menguatkan hukum tersebut, yaitu;

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,

"Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, "Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr)"
(HR. An Nasai no. 1556 dan Ahmad 3: 178, sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim sebagaimana kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).