Inilah Pengalaman Mengharukan Peserta Aksi Bela Islam 212 dari Bandung

kisah nyata pengalaman peserta Aksi Bela Islam 212 dari Bandung yang paling berkesan dalam hidup
Jutaan peserta mengumandangkan takbir

bersamaislam.com - Saya sudah sering menulis pengalaman hidup, namun pengalaman mengikuti Aksi Bela Islam 212 adalah yang paling berkesan dan tidak akan saya lupakan dalam hidup.

Begini ceritanya, malam itu malam Jumat (1/12) saya menyiapkan berbagai peralatan untuk aksi diantaranya sajadah, peci, baju koko putih dan celana hitam, masker N95 Respirator dan kacamata renang untuk menghindari gas airmata, serta perlengkapan lainnya.

Terus terang saya sempat merasa deg-degan karena ada kemungkinan kami tidak jadi berangkat karena puluhan bus dilarang keluar dari pool-nya oleh beberapa oknum aparat. Pihak PO bus mengatakan bahwa ada pihak yang mengancam bila mereka berani mengeluarkan bus mereka maka bus akan ditahan selama sebulan.

Keberangkatan saya dari rumah benar-benar dilepas dengan terharu oleh istri dan anak-anak. Sempat saya berfoto bersama anak-anak sebagai kenang-kenangan sebelum berangkat, kalau-kalau ini adalah perjumpaan terakhir. Sangat mengharukan karena tidak akan ada kejelasan apakah akan berjalan damai atau tidak, melihat dari 'itikad yang kurang baik sebelum acara dari beberapa oknum aparat, entah kenapa saya tiba-tiba teringat dengan penghadangan bus referendum Aceh pada tahun 1999 yang merenggut sejumlah nyawa warga setempat.

Namun anggapan itu saya tepis, saya yakin semuanya akan berjalan lancar. Kalaupun tidak lancar, maka jalan inilah yang harus saya tempuh, jalan pejuang yang penuh ancaman nyawa dan perlu keikhlasan yang penuh pada Allah.

Saya berangkat menggunakan motor ke tempat berkumpulnya peserta. Pelan-pelan ketegangan itu mereda setelah melihat puluhan warga dan santri yang berjalan ke arah Pesantren Daarut Tauhid Bandung untuk mengikuti aksi tersebut. Belakangan saya mendapat info 18 dari 20 bus mereka juga ditahan oleh oknum aparat.

Sesampai di basecamp Bandung, tempat berkumpul peserta aksi, saya bergabung dengan kawan-kawan dari berbagai daerah di Jawa Barat, bahkan sejumlah peserta ada yang berasal dari Kalimantan dan Sumatera.

Ketegangan kembali melanda setelah mendapat info puluhan bus dari kafilah Cimahi juga ditahan. Dan akhirnya 6 bus kami juga akhirnya juga tidak bisa keluar. Semua memutar otak bagaimana caranya harus bisa ke Jakarta, walaupun harus memakai sepeda motor dan harus siap memecah gelap dan dinginnya malam dengan roda dua.

Sampai jam 02.00 malam kami masih terkatung-katung tanpa ada kejelasan berangkat. Beruntung ada satu bus dari arah Soekarno Hatta yang bisa mengangkut sebagian dari kami yang berjumlah belasan, lumayan yang penting bisa berangkat. Sedangkan yang lain sudah mulai menghubungi pengusaha-pengusaha rental mobil kecil seperti Avanza, Xenia, APV, dan sejenisnya untuk disewa selama 2 hari. Terus terang ini akan over budget namun mereka menyisihkan dana dari kantong mereka sendiri untuk menyewa mobil tersebut.



Jam 04.30 rombongan kami berhenti untuk shalat Subuh di Mesjid Jami' Maulana Hasanuddin Pancoran, Jakarta Selatan. Saya sempat buru-buru mandi karena pengalaman 411, bila tidak mandi saat subuh maka tidak akan sempat mandi sampai sore karena masjid di seputar lokasi pasti sudah overload dan antrian kamar mandi bisa sampai ratusan.

Setelah shalat Subuh kami dikejutkan dengan sapaan pengurus mesjid yang mengundang kami untuk ngopi dan sarapan pagi. Gehu dan bala-bala menjadi menu wajib dalam agenda tersebut. Tak disangka pagi-pagi perut kami akan penuh oleh makanan gratis atas kebaikan pengurus mesjid setempat. Ternyata mereka juga menyatakan akan ikut ke Monas pagi itu. Setelah sarapan kami bersalaman, berterimakasih dan mencium tangan imam mesjid tersebut untuk meminta restu dan izin untuk melanjutkan perjalanan.



Sesampainya di monas, kami kebingungan mencari parkir mobil karena sudah sangat penuh. Sekilas saya lihat mobil Kompas TV. Saya jamin itu mobil tak akan lama lagi akan diusir oleh peserta aksi karena sering memelintir berita, dan ternyata hal itulah yang terjadi hari itu, untung saja tidak ada yang berniat bakar. Kompas TV harus tahu diri.

Setelah turun dari mobil, kami ditawari sarapan oleh beberapa dermawan yang membagikannya dengan gratis. Sampai-sampai kami menolak karena sudah banyak yang kami dapatkan pagi itu. Masya Allah, kedermawanan mereka insyaAllah akan dibalas oleh Allah suatu hari nanti.



Sesampainya di Monas, saya bersama rekan-rekan duduk di dekat sound system panggung. Kemanapun arah mata memandang semuanya berpakaian putih dan celana hitam. Jujur saja, saya membuktikan kebenaran kata Aa Gym yang pernah mengatakan bahwa mengikuti aksi Bela Islam itu seperti suasana haji ramainya. tetap damai dan tertib walaupun yang hadir mencapai 7 juta orang lebih. Saya rasa tidak ada agama yang bisa mengatur dengan tertib orang sebanyak itu kecuali Islam.

Dari sound system berkali-kali menyerukan agar tidak duduk di atas rumput taman karena akan ada media yang memelintirnya. Dan alhamdulillah semua orang saat itu patuh dan menurut.



Kami menggelar sajadah serta meletakkan tas dan snack yang kami terima. Suasana tidak mirip demo, malah lebih mirip rekreasi. Saking santainya kami menyempatkan untuk mengabadikan foto-foto untuk menginspirasi orang lain melalui media sosial, sekalipun sinyal internet yang tadinya 4G tiba-tiba di tempat kejadian berangsur-angsur timbul tenggelam antara 3G dan GPRS kemudian tenggelam hingga mati. Tapi kami tetap santai karena kesan seram aksi mendadak hilang karena bisa duduk di jamaah Jum'at terbesar dalam sejarah manusia tersebut.



Saat itu grup Nasyid IZZIS sempat melantunkan lagu "rabithah" yang menjadi pengikat hati-hati muslim yang hadir pada acara tersebut. Secara tidak langsung tim nasyid ini telah mengalahkan Iwan Fals yang katanya hanya disaksikan ratusan ribu orang. Seandainya Bang Iwan mau hadir disini dan tidak menyinyir aksi 212, tentu kami tidak akan menghapus lagu MP3-mu di hp-hp kami.

Sejenak kemudian Ustadz Arifin Ilham melantunkan zikirnya yang syahdu. Khas Bang Arifin, dengan tangisannya, dengan kefasihan doa-doanya, Allah Allah Allah. Semua peserta aksi merintih, menangis memohon ampunan atas segala dosa yang telah diperbuat, yang telah lalu.

"Ampuni dosa kami, berilah kemudahan kepada kami agar penista agama-Mu mendapat ganjaran yang setimpal," doanya.

Dzikir dan doanya menghiasi angkasa yang terang benderang pagi itu, doa untuk negeri, mendoakan pemimpin, agar diberikan keselamatan dan ampunan bagi semua.

Setelah itu Ustadz Hidayat Nur Wahid menyampaikan taushiah dan orasinya tentang nasionalisme.

"Bukan kita yang menciderai kebhinnekaan, tapi sang penista agamalah yang telah menghancurkan kebhinnekaan itu!," serunya disambut takbir oleh semua peserta aksi.

Sesaat kemudian muncul riuh takbir dari arah selatan, ternyata kafilah pejalan kaki asal Ciamis mulai berdatangan dan disambut dengan semangat oleh semua peserta aksi. Pihak panitia kemudian mempersilahkan ribuan mujahid yang telah berjalan lebih dari 300 kilometer tersebut untuk menduduki shaf di depan panggung yang telah disediakan sebelumnya. Bahkan Habib Rizieq Shihab memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada pada mujahid Ciamis 212.

Kemudian acara dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Quran yang dibacakan oleh Syekh Ali Jaber dengan suara khasnya yang fasih dengan membaca surat Al-Kahfi, surat khas hari Jumat, suasana kian syahdu dan damai. Sekalipun tak ada AC tetap terasa sejuk.

Doa berikutnya dibacakan oleh Habib Abdurrahman Segaf. Sambil menangisi betapa jauhnya kita dari Al-Quran. Dan sudah selayaknya bersyukur karena dengan ada agenda seperti ini akan lebih mendekatkan para jamaah terhadap Al-Quran.

"Allahummarhamna bil Qur'an. Betapa jauh hati ini dari Al-Qur'an ya Rabb. Mungkin ini mengapa Engkau kumpulkan kami di sini. Untuk mengingatkan kami agar kami kembali pada kalam-kalam-Mu. Faghfirlii Faghfirlii yaa Rabb," ujarnya sesunggukan.

Dilanjutkan dengan orasi yang penuh semangat oleh Ustadz Bachtiar Nasir. Orasinya menjadi penyemangat peserta aksi.

"Wahai para penjajah, keluar kalian dari negeri ini. Wahai penjajah ekonomi, jangan pernah berfikir untuk menjajah Indonesia, ummat Islam lebih banyak dari kalian!," teriak Ustadz Bachtiar Nasir disambut takbir yang menggelegar. Perkataan tersebut jelas menyindir pihak asing dan aseng yang ingin menguasai Indonesia.

Sesi selanjutnya Aa' Gym bertaushiah dengan gayanya seperti biasa. Lucu namun tajam mengkritik. Beliau sempat merasa kasihan kepada Kapolri, dimana selalu ditekan dari kedua belah pihak.

"Pasti susah menjadi seorang Kapolri, Gak kebayang gimana susahnya didesak dari sana sini, sabar ya pak," candanya.

Beliau pun mengajak umat Islam agar selalu menjaga tutur kata dan jangan sampai seperti Ahok yang suka berkata buruk.

"Bila ingin menyuarakan kebaikan, kita juga harus menjaga tutur kata. Kita tidak boleh membalas sesuatu keburukan dengan keburukan," ujar Aa Gym.

Setelah itu cuaca mulai teduh, rintik hujan jatuh satu persatu, disertai angin yang bertiup lembut. Akhirnya hujanpun turun dengan derasnya, dan tidak ada satupun jamaah yang beranjak. Semua menikmati rahmat Allah yang menyejukkan tersebut.

"Hadirin sekalian, hujan sudah turun, ini pertanda Allah memudahkan kita untuk berwudhu, silahkan berwudhu bagi yang belum berwudhu, air ini suci dan menyucikan. Masya Allah, Allah turunkan langsung hujan untuk air wudhu kita hari ini," ujar panitia melalui loudspeaker.

Panitia juga mengatakan bahwa hujan tersebut adalah waktu yang mustajab untuk berdoa.

"InsyaAllah dalam hujan ini doa kita akan terkabul, berdoalah hadirin sekalian," lanjutnya. Waktu itu benar-benar mustajab, sudah hari Jumat, hujan lagi, alhamdulillah.

Shalat Jumat dimulai dengan syahdu, dengan suara rintik hujan, dengan heningnya suara jutaan jamaah. Ini satu-satunya shalat jumat yang saya lakukan di dalam keadaan hujan bersama 7 jutaan manusia!

Setelah selesai shalat, panitia menginformasikan agar peserta langsung pulang dengan tertib.

"Itu kayaknya jokowi bang yang lagi ngomong," ujar teman di sebelah saya.

"Alah gak usah didengerin, gak penting, gak usah didengerin kalo dia masih membela Ahok. Dia pun gak niat tuh datangnya belakangan dan gak bilang-bilang sebelumnya. Orang-orang juga gak mau dengerin dia lagi. Dulu waktu butuh dia gak ada, sekarang malah dia datang, telat lagi, siapa yang mau peduli," ujar saya sambil membereskan barang-barang dan tas yang sudah basah kuyup. Jamaah lainnya juga sama, jalan terus tanpa mendengarkan pidato Jokowi yang tidak berisi.

Ajaibnya, bubarnya jamaah sungguh sangat tertib, persis seperti di masjidil Haram. Tidak ada yang ribut-ribut dan berdesak-desakan. Semua saling menghargai.

Saat pulang masih banyak yang menawarkan makanan gratis bagi yang kelaparan. Makanan saat itu memang berlebih karena para dermawan berlomba-lomba membagikan makanan dari mobil-mobil pick up yang mereka bawa.

Para tim dokter juga dengan sukarela memeriksa peserta yang kelelahan dan kurang sehat. Para sosialita yang sering terlihat mewah hari itu dengan sukarela mau menjadi tukang bersih dalam aksi tersebut, tidak ada aura kesombongan di wajah mereka pada hari itu. Anak-anak muda gaul juga ikut membagikan air minum dan air wudhu ke berbagai sudut lokasi aksi. Ini pemandangan yang unik. Hanya iman yang bisa merubah mereka menjadi seperti itu.



Sesaat sebelum pulang, kami sempatkan untuk meng-unggah foto-foto yang sudah kami jepret hari itu ke media sosial Facebook. Bukan untuk pamer, tapi untuk menjadi penyemangat dan inspirasi bagi yang berhalangan hadir. Jelas ratusan foto dan video yang kami sebarkan belum bisa mewakili perasaan terharu kami yang berhasil menjadi salah satu pelaku sejarah dalam membela Islam dengan jumlah terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Semoga Allah mengikhlaskan hati kami dalam perjuangan ini..aamiin.


Penulis: Abu Mujahid (Pengusaha tekstil asal Aceh, sekarang tinggal di Bandung)

Post a Comment

0 Comments