"Kamu Muslimah?"

Ilustrasi

bersamaislam.com - Saya teringat kisah unik seorang teman tentang awal mula ia memutuskan menutup aurat, sejarah tentang kisah perjalanan hidayahnya yang unik ini membuat saya ingin menuliskan sesuatu yang semoga memberi ibroh bagi kita semua.

Kisahnya, waktu itu menjelang zhuhur, semua orang bubar istirahat. Setiap peserta ospek bersiap untuk istirahat, ada yang pergi ke kantin untuk makan siang dan sebagian lagi pergi ke musholla kampus untuk bersiap-siap menunaikan sholat zhuhur. Saat semua temannya yang muslim akhirnya meninggalkannya sendiri, ia keheranan dan bertanya, "Kalian pada mau ke mana rame-rame?". Teman-temannya dengan santai menjawab, "Kami mau sholat" .

Dan berlalu begitu saja. Namun ia yang merasa terlupakan seolah protes dengan sikap teman-temannya itu. "Kalian mau sholat? Kok aku ga diajak?" katanya protes.

Seketika teman-temannya saling berpandangan. Saling menggeleng dan seperti tidak mengerti sesuatu. Hingga akhirnya satu di antara mereka memberanikan diri bertanya,

"Memangnya kamu Muslimah?" dengan nada tidak percaya karena teman yang ada di depannya itu bahkan lebih mirip gadis keturunan tionghoa. Kulitnya putih, matanya sipit, rambutnya lurus, wajahnya? Ya, wajahnya seperti tidak pernah meninggalkan jejak-jekak air wudhu sedikit pun.

"Kamu benaran...," kalimat temannya menggantung, "maaf, maksudku, ya sejak hari pertama kita ospek aku lihat kamu tidak pakai kerudung, kamu juga tidak punya ciri-ciri lain yang membuat kami mengira kamu beragama Islam. Maaf ya...".

Jleebb. Perasaan terpukul menepuk keras dadanya. Teman saya itu bilang, seumur hidup meski memang jauh dari nilai-nilai Islam (waktu itu), tapi itu adalah hari pertama di mana orang meragukan keislamannya atau ada orang yang sebegitu detail memperhatikan bagaimana seharusnya seorang muslimah. Dan dirinya? Sangat jauh dari ciri-ciri itu sehingga dia tidak diajak serta untuk sholat, sehingga dia dituduh wanita non muslim oleh teman-temannya. Baginya itu sangat menyakitkan.

Peristiwa ini menjadi memori tidak terlupakan baginya. Siapa pula yang tidak tersinggung jika ada yang tidak memercayai kita sebagai seorang penganut agama yang mulia ini. Maka sejak peristiwa itu, ia memutuskan untuk memakai jilbab setiap kali pergi ke kampus. Niatnya Cuma satu, agar aku dikenali sebagai wanita muslimah. Agar teman-temanku tidak ragu lagi bahwa aku memang beragama Islam dan tidak ada yang boleh meragukan itu.

Begitu pentingnya sebuah identitas, ya agar kamu mudah dikenali kata Allah.

"Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. Al Ahzab: 59)

Sekarang coba kita tanya pula diri kita sendiri, "Apa benar aku seorang muslimah?" Lalu apa ciri-cirinya? Aku pernah bertanya pada salah seorang adik, muslimah itu apa dan bagaimana ciri-cirinya. Dia tersenyum lalu menjawab, "menutup aurat, kak," jawabnya.

Aku pun balas tersenyum dan kembali bertanya,

"Hanya itu? Bukankah biarawati juga menutup aurat, lalu apa bedanya?"

"Muslimah itu artinya wanita yang beragama Islam dan kalau sudah Islam berarti ya menutup aurat, sholat, dan melakukan kewajiban-kewajiban sebagai seorang muslim, kak," katanya melengkapi.

Aku mengajukan pertanyaan lagi, sebenarnya ini lebih ingin menanyakan pada diriku sendiri. "Kalau begitu, jika muslimah adalah wanita yang beragama Islam, maka sudah seberapa Islam-kah kita?"

Ya, pertanyaan ini yang selalu muncul setiap kali saya tersadar tentang status agama Islam yang saya emban. Sudah seberapa muslimahkah kita? Sudah sesuai syaria’at kah pakaian atau jilbab yang kita kenakan? Lalu sudah seberapa Islamkah perilaku kita, tutur kata kita, cara makan dan minum kita, rumah tangga kita, pekerjaan kita, hati dan jiwa kita, pola pikir kita, pola hidup kita dan lain sebagainya. Jangan-jangan ke-Islaman/kemuslimahan kita pun masih harus diragukan.

Sudahkah benarkah sholat kita, sudah benarkah bacaan Al Qur’an kita? Sudah diterimakah sedekah kita? Sudah berapa orang yang merasakan manfaat memiliki saudara seperti kita? Sudah berapa kebaikan yang kita lakukan untuk agama dan negeri kita? Sudah amankah saudara-saudara kita dari lisan kita? Sudahkah kita benar-benar memuslimahkan diri?

Semoga kisah dan tulisan ini menjadi cambuk bagi kita semua untuk senantiasa memperbaiki diri. Agar kita selalu bertanya, sudah seberapa baikkah kita sebagai seorang Muslimah? Karena hari pembalasan pasti akan tiba dan semua hal harus kita pertanggungjawabkan nantinya, maka tidak ada salahnya sebelum hari itu tiba kita lebih dulu bertanya pada diri sendiri agar mudah berbenah diri.

Wallahu a’lam.
Semoga Allah istiqomahkan kita selalu dalam kebaikan.

Vivi Suriani

Post a Comment

0 Comments