Al Qur'an Dusturuna, Jalan Hidup dan Pedoman Kami

Ilustrasi

bersamaislam.com - Apakah yang kita cari di kehidupan ini jika bukan keridhaan-Nya? Lalu apa yang kita harapkan lagi jika bukan setiap detik yang berlalu, langkah yang berpijak hingga nafas yang berdesah diliputi dengan keberkahan-Nya?

Mari buka warisan Sang Murobbi yang telah ia wariskan untuk kita, umat yang dicintainya. Satu ayat yang akan kita tadabburi bersama sebagai pengantar, semoga ridha Allah atas hidup kita selanjutnya. Itulah pada surah ke-38 ayat 29:

"Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran."

Ada tiga point penting yang disampaikan satu ayat dari 6000-an ayat yang ada di Al Qur’an ini:

1. Kitaabun anzalnaahu ilaika mubaarak

Kitab Al Qur’an yang Kami turunkan padamu penuh berkah.
Nyatalah bahwa ayat ini telah menerangkan bahwa Al Qur’an yang diwariskan sebagai pedoman hidup kita ini telah Allah turunkan penuh keberkahan. Dan sudah seharusnyalah "Keberkahan Al Qur’an ini sebagai titian kita untuk menta’ati Allah".

Lalu bagaimana menilai keberkahan?

Kita pasti sudah tahu bahwa lambung kita bukanlah sepenuhnya diisi makanan. Ia haruslah dibagi tiga. Satu bagian untuk makanan, satu bagian untuk air dan satu bagian sisanya untuk udara. Kita pun pasti sudah hafal di luar kepala sebait do’a yang kita panjatkan ketika menghadapi hidangan. Doa itu berisi harapan keberkahan dari Allah atas apa yang kita makan. Allahumma bariklana fiima razaqtanaa waqinaa adzabannar.

Mudah saja menilai apakah Allah kabulkan do’a kita. Yakni ketika lepas makan apakah semakin membuat kita bersemangat untuk menta’ati Allah, atau malah membuat kita menjadi insan yang suka bermalas-malasan.

Kita pun pasti pernah bahkan sering mendengar sebait do’a ini: Barakallah lakuma wa barakah alaikuma wajama’a baina kuma fii khoir, atau Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah warahmah.

Yah, itu adalah sebait do’a yang biasa dipanjatkan untuk dua insan yang baru saja atau sedang melangsungkan walimatul 'ursy. Dan masih sama, orang yang mendo’akan berharap semoga Allah karuniakan keberkahan dalam pernikahannya. Dan seperti kita tahu melalui lisan Rasulullah SAW, bahwa menikah adalah sunnahnya untuk menyempurnakan setengah agama.

Lantas, ketika setelah menikah justru menjadikan amalannya semakin menurun. Maka ketika itulah grafik keberkahan Allah perlahan melepaskan diri dari ikatan halal tersebut. Bisa jadi, kurang banyak orang yang mendo’akan, bisa jadi ada yang menyalahi syari’at dalam proses berlangsungnya pernikahan dan lain sebagainya.

Ustadz Abdul Aziz Abdur Rauf Al-Hafidz pernah berkata: "Keberkahan itu sedikit, tapi kebaikan amalnya banyak". Hal ini tak jauh berbeda dengan perintah Rasul, bahwa ketika sedang makan, makanlah sampai tidak ada yang tersisa, sebab kita tidak tahu butiran nasi yang mana yang membawa keberkahan diantara banyaknya butiran nasi yang kita makan.

2. Liyaddabbaruu aayaatihi

Agar mereka menghayati ayat-ayatnya.
Di sini liyaddabbaru ditafsirkan dengan menghayati. Menghayati dapat pula diartikan menghidupkan. Artinya, ayat ini telah mengundangkan kepada kita, sebagai ahli warisnya untuk menghidupkan Al Qur’an di kehidupan kita.

Dan ini mengandung makna yang sangat luas. Kita bukan hanya diperintah untuk membacanya lalu mentadabburi tapi juga mengamalkannya ayat-ayatnya.

Mari perhatikan,

Ketika seorang mukmin berpuasa, ia baru mengamalkan satu ayat saja dari ribuan ayat, Al-Baqarah: 183. Ketika seorang muslimah menutup auratnya, ia baru mengamalkan dua ayat saja di dalam Al Qur’an. Demikian selanjutnya.

Dan yang terberat dalam pengamalan ini adalah ketika kita dihadapkan dengan ayat-ayat yang berisi paradigm, yang berkaitan dengan amalan-amalan hati. Seperti bagaimana mencintai Allah di atas segala-galanya. Meski demikian, inilah cara kita untuk mengukur keimanan kepada-Nya.

3. Waliyatadzakkara ulul al baab

Dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.
Nah, poin yang terakhir berkaitan dengan orang yang berakal sehat (ulul al baab). Seakan Allah jelaskan, keberkahan Al Qur’an akan menjadikan kita hamba yang ta’at pada Rabbnya, menghidupkan Al Qur’an di kehidupannya, hanya saja orang yang berakal sehatlah yang bisa menerima ini.

***

Semoga Allah ridhai kita termasuk diantaranya. Mari sama-sama berazzam bahwa detik setelah ini adalah detik-detik memantaskan diri mendapatkan keridhaan dan keberkahannya.

Aamiin. Allahu a’lam bish shawab.

(Ana Nasir)

Post a Comment

0 Comments