Ilustrasi |
bersamaislam.com - Perayaan natal bagi umat kristiani akan segera datang. Dari media mainstream sampai media online sudah mulai menampilkan berbagai iklan. Tentu saja seperti tahun-tahun sebelumnya, natal akan dibarengi dengan perayaan tahun baru yang berselang hanya lima hari saja.
Perdebatan di dunia maya kembali muncul soal hukum seorang muslim mengucapkan selamat natal. Ada yang membolehkan dengan alasan toleransi, ada juga yang keberatan dan mengharamkan.
Meski demikian, perlu digarisbawahi bahwa toleransi sejatinya tetap dibatasi syariat. Salah satu bentuk toleransi adalah membiarkan penganut agama lain beribadah sesuai keyakinannya, tanpa perlu bergabung dan mengikuti perayaan mereka.
Rasulullah SAW mengajarkan kemuliaan akhlak bukan hanya kepada sesama muslim, tapi juga kepada penganut agama lain, selama mereka tidak memerangi Islam.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Lantas dengan prinsip toleransi, akhlakul karimah dan berbuat adil terhadap siapapun, bagaimana dengan mengucapkan selamat natal? Apakah itu termasuk perbuatan baik terhadap sesama manusia ataukah termasuk melanggar akidah?
Apakah jika dibalik, misalnya orang-orang non muslim diminta mengucapkan syahadat tanpa berniat masuk Islam, berkenankah mereka meski itu hanya sekedar kata-kata?
Dengan penduduk mayoritas muslim, almarhum Buya Hamka termasuk ulama yang melarang ucapan selamat natal kepada kristiani di Indonesia. Berbeda dengan beliau, Syeikh Yusuf Qaradhawi membolehkannya khusus untuk muslim di Eropa yang minoritas.
Menyikapi perbedaan tersebut, ada yang mencoba netral dengan pengucapan selamat tanpa menyebut natal, seperti: "selamat berlibur, have a happy holiday". Tentu sambil menunjukkan wajah tersenyum dan gestur ikut bergembira.
Untuk lebih memberi pemahaman, berikut redaksi bersamaislam.com merangkum beberapa hal yang menjadi dasar hukum larangan pengucapan selamat natal.
1. Natal bukanlah perayaan kaum muslimin
Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa perayaan bagi muslim hanya ada dua, hari raya Idul fitri dan Idul Adha.
Anas bin Malik Ra. berkata: "Ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, masyarakat memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang di masa jahiliyah. Karena itu beliau berkata; Aku datang kepada kalian dan kalian punya dua hari raya di masa jahil yang kalian isi dengan bermain-main. Dan Allah telah mengganti kedua perayaan tersebut dengan yang lebih baik, yaitu hari raya Qurban (Idul Adha) dan hari raya Idul Fitri." (HR. Ahmad dengan sanad shahih)
2. Menyetujui kekafiran orang yang merayakan perayaan natal
Bila seorang muslim mengucapkan selamat merayakan natal kepada penganut agama kristiani, berarti ia telah menyetujui kekafiran mereka, dan menyetujui kesalahan pemahaman asas agama dan Tuhan yang mereka yakini. Dikarenakan mereka menganggap Nabi Isa adalah Tuhan, padahal dalam Islam, Isa As adalah seorang nabiyullah. Inilah yang membuat perbedaan yang signifikan.
3. Sikap wala' yang salah
Loyal (wala) tidak sama dengan berbuat baik. Wala' berarti setia, menolong dan memuliakan.
Ketika mengucapkan natal, akan muncul cinta dan akhirnya akan meyakini kesesatan konsep ketuhanan mereka.
4. Rasulullah SAW melarang mendahului ucapan salam kepada penganut agama lain
Rasulullah SAW bersabda:
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
Dan benar adanya, ucapan selamat natal termasuk di dalam larangan hadits tersebut.
5. Ucapan tersebut menyerupai orang kafir
Ketika perayaan natal, seluruh pusat perbelanjaan termasuk yang dimiliki muslim diminta untuk menghias dengan tema kristiani dan natal, dan hal ini juga berlaku dimana saja dan diberbagai tempat. Termasuk memakai pakaian atribut yang mirip seperti topi santa atau jubah merah yang identik dengan natal. Hal ini dilarang dalam islam.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Wallahu a'lam bish showab.
(Mirza Husni)
0 Comments